Monday, July 29, 2013

Sekilas Tentang Impian Paviliun Merah

Dari Empat Novel Klasik China Yang Legendaris, novel Impian Paviliun Merah adalah yang paling muda usianya, yaitu ditulis pada abad ke-18 oleh Cao Xueqin. Selain paling muda juga mungkin yang paling kurang terdengar namanya bagi orang Indonesia, dikarenakan isinya yang memang kontroversial sehingga kurang bisa diterima dengan luas terutama oleh orang Asia yang dikenal memiliki nilai moralitas yang konservatif.

Novel Impian Paviliun Merah berkisahkan tentang suatu keluarga Chia yang kaya (kedudukannya mirip seperti Tuan Tanah) yang memiliki banyak anak, istri, gundik dan di dalamnya menceritakan banyak intrik internal di dalamnya. Bila tiga buku lainnya banyak bertemakan peperangan atau action, Paviliun Merah lebih banyak menyajikan "perang psikologis" antar Tuan dan bawahannya, antara anak dan saudaranya, antara istri dan gundik dan sebagainya.
Dikisahkan di keluarga Chia dipimpin oleh dua Dukes (semacam Walikota) Ning Kuo dan Jung Kuo. Selain kaya dan berkuasa, dalam keluarga Chia juga sangat kental budaya aristokrasinya sehingga intrik antar saudara untuk menjadi suksesor dari kedudukan sang ayah juga terjadi. Saking berkuasanya keluarga tersebut sehingga seperti memiliki peraturan sendiri yang lepas dari pemerintahan pusat, mereka bisa menarik pajak berapapun yang mereka mau kepada rakyat yang tinggal di tanah mereka.
Kompleksitas drama antar keluarga di novel ini bahkan lebih intens daripada kisah perseteruan antar keluarga yang terjadi di Romeo dan Juliet karya Shakespeare yang sudah mendunia. Karakter yang ditampilkan lebih banyak, kental akan nilai filosofis maupun kultur budaya China tradisional kemudian dikemas dalam bahasa yang vulgar, menerabas pagar-pagar ketabuan yang dipegang masyarakat China pada umumnya, terutama dalam pembahasan skandal seksual dan perselingkuhan yang terjadi dalam cerita tersebut.
Salah 1 adegan serial TV Red Mansion

Bagi yang tertarik untuk membaca bisa mencari di toko buku impor karena untuk saat ini baru tersedia dalam terjemahan bahasa Inggris-nya saja. Mungkin suatu saat ketika bangsa Indonesia sudah cukup dewasa untuk menerima sastra sebagai karya seni dan bukan lagi dikekang budaya tabu, novel ini akan diterjemahkan dan dipublikasikan secara luas dalam bahasa Indonesia.

No comments:

Post a Comment